Thursday, 14 August 2014

9 Tahun sudah perdamaian Aceh (Minggu,15 Agustus 2005 __ Jum'at,15 Agustus 2014)

Tidak kita sadar selama ini bumi seramoe meukah sudah damai dimata dunia dengan NKRI pada hari Minggu 15 Agustus 2005 silam

Pada hari ini perdamaian Aceh Sudah 9 tahun

Semua masyarakat melintas di jalan Raya dibanda Aceh melihat spanduk bertulis memperingati 9 tahun perdamaian Aceh yang terpasang di kantor Gebenur dan di pagar Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Kamis (14/8). Memperingati 9 tahun perdamaian Aceh (MoU) Helsinki tanggal 15 Agustus di Aceh itu, di pusatkan di Mesjid Raya Baiturrahman akan dihadiri seluruh muspida plus dan elemen masyarakat Aceh. @isam62_isa ( ceritamuhammadisa.blogspot.com dan ippelmakubaku.blogspot.com )

Semoga dengan bertambahnya usia perdamaian di Aceh ini, semua kita semakin maju dalam segala sesuatu dan didalam Agama semakin beribadah di jalan Allah (اللّهُ) dan semoga tidak ada yang Koropsi di Tanah kita tercinta ini.



Dan Tokoh-Tokoh Forkopimda Berkomentar Soal Perdamaian Aceh.

Pemerintah Aceh, memiliki komitmen tinggi, untuk menagih setiap janji Pemerintah Indonesia.

dr H Zaini Abdullah (Gubernur Aceh)

Hak-hak Aceh Akan Terus Kami Tagih

MoU Helsinki bertanda perang senjata telah kita akhiri dengan damai. Tapi perjuangan politik belum usai, karena subtansi MoU Helsinki masih ada yang belum dilaksanakan. Terdapat 3 poin MoU Helsinki belum berjalan, yaitu klausul 2.2 tentang Pembentukan Pengadilan HAM; klausul 3.2.6 tentang Pembentukan Komisi Penyelesaian Klaim, dan klausul 2.3 tentang Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Poin-poin tersebut harus jadi perhatian bersama, tugas rakyat Aceh untuk menagihnya. Pemerintah Aceh, memiliki komitmen tinggi, untuk menagih setiap janji Pemerintah Indonesia. Menepati janji itu penting bagi rakyat Aceh.

Makanya kita berharap, Bapak Presiden SBY menepati janjinya untuk merealisasi MoU Helsinki dan turunan UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, sebelum masa jabatannya berakhir. Itu menjadi harapan seluruh masyarakat Aceh menuju Aceh yang bermartabat dan sejahtera, demi langgengnya perdamaian.


Muzakkir Manaf (Wakil Gubernur Aceh)

Kami Masih Menunggu Keseriusan Pemerintah Pusat

MoU Helsinki bagian integral dari proses perdamaian Aceh jangka panjang. Agar perdamaian terus abadi di Aceh, maka Pemerintah Pusat wajib menyelesaikan setiap turunan UUNo 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

Rakyat Aceh menunggu keseriusan Pemerintah Pusat, untuk membuktikan bahwa konsensus MoU Helsinki sebagai solusi akhir menyelesaikan konflik Aceh. Rakyat Aceh sudah bosan dengan janji-janji, sekarang saatnya era pembuktian, bukan sebatas retorika dan janji untuk membawa perubahan bagi kesejahteraan rakyat Aceh. Pemerintah Aceh, memiliki komitmen tinggi untuk terus berjuang merealisasikan poin MoU Helsinki dan turunan UUPA.


Irjen (Pol) Husein Hamidi (Kapolda Aceh)

Pelihara Perdamaian, Jangan Terhasut Isu

Perdamaian sangat mahal harganya, karena semua itu dicapai melalui berbagai pengorbanan dan perjuangan. Perdamaian sangat dirindukan oleh semua orang, maka peliharalah perdamaian yang sudah baik ini. Jangan terhasut oleh isu-isu yang tidak benar dan jangan mudah terprovokasi oleh orang-orang yang ingin mengacaukan kedamaian di Aceh.

Mari jaga perdamaian dalam rangka membangun masyarakat Aceh yang bermartabat, sejahtera lahir dan batin, serta untuk tegaknya syariat Islam di Tanah Rencong yang kita cintai ini.




Tarmizi SH MH (Kajati Aceh)

UUPA Berkorelasi dengan Penegakan Hukum

MoU Helsinki 15 Agustus 2005 berpengaruh besar pada penegakan hukum. Damai dalam payung hukum memiliki korelasi sinergisitas  pada sistem penegakan hukum itu sendiri. Namun, korelasi itu akan lebih berjalan maksimal apabila semua turunan Undang-Undang No 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) terutama yang berkaitan dengan penegakan hukum terealisasi dengan baik sekaligus diimplementasikan. 

Penegakan hukum tetap harus mengacu pada payung hukum atau aturan undang-undang.  Maka, korelasi penegakan hukum dengan MoU Helsinki ada pada turunan UUPA. Kita berharap agar turunan-turunan UUPA segera terealisasi.  Perdamaian Aceh harus tetap dirawat dan dijaga oleh semua komponen masyarakat Aceh. Masyarakat bersama pemerintah harus saling mendukung membangun Aceh yang lebih baik, bermartabat, adil, dan makmur.



Tgk H. Hasanoel Bashry Gadeng (Ketua Umum Himpunan Ulama Dayah Aceh)

Damai dalam Implementasi Syariat Islam

Perdamaian sangat dianjurkan dalam Islam. Merawat dan mengisi perdamaian merupakan kewajiban semua pihak. Usia perdamaian yang sudah 9 tahun hendaknya terus membawa keberkahan dan kesejahteraan bagi masyarakat Aceh. Perdamaian tidak bermakna apa-apa jika masyarakat Aceh masih hidup dalam kemiskinan, perpecahan dan saling menyalahkan satu sama lain.

Membaiknya kondisi Aceh, hendaknya juga membawa pengaruh terhadap pelaksanaan Syariat Islam di Aceh. Kita berharap, Pemerintah Aceh menjadikan Syariat Islam sebagai falsafah hidup masyarakat Aceh. Membumikan Syariat Islam merupakan kewajiban semua pihak di Aceh, tidak hanya Pemerintah Aceh. Sebab, identitas Aceh adalah Islam dan ini tidak bisa dihilangkan begitu saja dari masyarakat Aceh. Jadi, merawat perdamaian dan menegakkan Syariat Islam merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Membaiknya situasi Aceh harus diisi dengan mempekuat dan mempererat hubungan sesama. Kebersamaan masyarakat Aceh yang satu harus direkatkan kembali agar tak adanya celah bagi siapa pun untuk membuat damai ini ternoda.



Tgk H Ghazali Mohd Syam (Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama  Aceh)

Jangan Cederai Perdamaian Aceh

Alhamdulillah, kita patut bersyukur MoU Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 kini sudah berusia sembilan tahun. Banyak rahmat yang sudah didapatkan rakyat Aceh, di antaranya keamanan Aceh yang sudah kondusif, Aceh menjadi lebih damai, dan rakyat Aceh hidup dalam kondisi aman. Dulu sebelum perdamaian tercipta, orang Aceh diliputi kecemasan dan ketakutan, dan hidup dalam kondisi yang tidak menentu. Kini bisa jalan-jalan kemana saja, bisa melaksanakan apa saja, tak perlu takut ada kontak senjata.

Perdamaian yang tercipta di Aceh juga membuat orang Aceh dapat beribadah dengan tenang dan nyaman, pergi ke tempat-tempat ibadah tak lagi takut ditangkap. Orang Aceh menjadi lebih aman menjalankan perintah-perintah Syariat. Karena itu, kita berharap suasana damai ini yang sudah berusia sembilan tahun agar terus dijaga dan dipelihara, tak boleh siapa pun mencederai perdamaian. Perdamaian tidak tercipta dengan mudah, tetapi melalui perjuangan panjang dan cukup banyak menjatuhkan korban. Untuk itu kita harus senantiasa bersyukur karena perdamaian sudah membuat Aceh menjadi lebih baik.



Prof Dr Farid Wajdi, MA (Rektor Universitas Islam Negeri  Ar Raniry)

Wujudkan Kesejahteraan Rakyat

MoU Helsinki yang sudah berusia 9 tahun memang menghentikan perang antara RI dan GAM, tapi sebenarnya perdamaian bukan semata-mata antara para pihak, melainkan harus sesama orang Aceh. Ini yang lebih penting. Pasalnya, setelah perdamaian tercipta, pihak-pihak di Aceh terpecah-belah. Sesama orang Aceh bertengkar sendiri, dan kita masih menyalahkan Jakarta karena tidak mau melaksanakan butir-butir perdamaian. Jadi, apa sebenarnya yang kita harapkan dari terciptanya perdamaian?

Kesejahteraan tak boleh dinikmati segelintir orang saja. Kalau ingin membuat Aceh sejahtera mari kita pikirkan bersama-sama. Mari membangun Aceh secara menyeluruh, tidak boleh parsial dan cuma fokus pada wilayah-wilayah tertentu saja.

Kita tidak boleh sibuk dengan masalah-masalah simbol, seperti bendera dan lambang. Kita tak boleh terus-menerus menyalahkan Jakarta atas setiap permasalahan yang terjadi di Aceh. Kalau rakyat Aceh tidak hidup sejahtera itu kesalahan kita. Kewenangan sekarang ada di Aceh, dan menjadi kewajiban para pimpinan di Aceh mewujudkan kesejahteraan.



Prof Dr H Apridar M.Si (Rektor Universitas Malikussaleh)

Jangan Terpaku Pada Persoalan Simbolis

Sembilan tahun usia perdamaian Aceh telah membawa banyak perubahan, baik sektor politik maupun ekonomi. Perdamaian ini harus terus dipertahankan. Aceh harus dibangun dengan basis academic, business, and society. Soal masih adanya poin-poin MoU Helsinki dan turunan UUPA yang belum terealisasi, itu merupakan kewajiban setiap elemen masyarakat bersama Pemerintah Aceh untuk mengomunikasikan dengan Pemerintah Pusat. Kalau ini tidak diselesaikan, kita khawatirkan munculnya konflik baru.

Kita harus mendukung upaya pemerintah untuk menyelesaikan hal-hal yang masih tertunda. Setiap elemen jangan saling kritis pada persoalan simbolis, tapi mari berpikir filosofis dalam setiap tahapan mengisi perdamaian Aceh. Tujuan akhir perdamaian adalah untuk membawa kesejahteraan bagi rakyat, mari kita pupuk spirit kerja yang komprehensif, saling menutupi kekurangan, sehingga kita kuat melawan ketidakadilan untuk Aceh.



Prof. Dr. Jasman J. Ma'ruf, MBA (Rektor Universitas Teuku Umar)

Butuh Roadmap yang Taktis dan Strategis

MoU Helsinki dan UUPA itu adalah konsensus bersama. Sesuatu yang telah menjadi kesepakatan bersama, sudah seharusnya diwujudkan. Baik oleh Pemerintah Pusat, maupun oleh Pemerintah Aceh. Kedua belah pihak, harus menyusun langkah-langkah konkrit. Suasana negosiasi, harus saling menghargai dan menghormati antar para pihak. Supaya rakyat Aceh, mendapat manfaat dari kehadiran MoU Helsinki dan UUPA.

Pemerintah Aceh, perlu menyusun roadmap (peta jalan) yang taktis dan strategis, untuk implementasi MoU Helsinki. Selama ini, saya melihat Pemerintah Aceh, sudah bekerja maksimal dalam memperjuangkan implementasi MoU Helsinki dan turunan UUPA. Saran saya, ke depan orang-orang yang terlibat dalam MoU Helsinki, UUPA dan turunan UUPA, itu perlu dilibatkan kembali, supaya bargaining Aceh lebih berakar.



Tagore Abubakar (Tokoh Masyarakat Gayo)

Jangan Ada Lagi Lost Generations di Aceh

Perdamaian Aceh ini harus dijaga dan dipertahankan demi tercapainya kesejahteraan bagi rakyat. Setiap daerah tingkat dua harus menyiapkan program untuk kesejahteraan rakyatnya selain program dari provinsi. Kita tidak mau lagi ada lost generations di Aceh, sudah cukup itu terjadi pada masa konflik.

Kepahitan pada masa itu harus kita jadikan cerminan dan semangat untuk merawat perdamaian. Kita harus berani meyakinkan masyarakat luar bahwa Aceh sudah benar-benar aman dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).



Drs Darmili (Tokoh Masyarakat Simeulue)

Damai Membuka Isolasi Daerah

Perdamaian ini harus kita syukuri dan pertahankan. Dulu Simeuleu memang daerah putih, tidak ada konflik, tidak ada perang, tapi dampak dari konflik di daratan berimbas ke Simeulue. Anak-anak Simeulue takut untuk melanjutkan pendidikan ke Banda Aceh, investor juga tidak bisa masuk ke Simeulue. Pulau Simeuleu seperti daerah terisolasi.

Kini setelah damai, isolasi itu telah terbuka. Pemerintahan kini juga sudah berjalan maksimal, para investor juga sudah bisa masuk ke Simeulue. Orang luar sudah leluasa masuk Simeulue, orang Simeulue juga bisa bebas berpergian ke daratan. Kita berharap damai yang sudah terajut ini tetap terpelihara. Jangan ada lagi konflik di Aceh. Mari kita jaga damai ini dan nikmati faedahnya.



PYM Malik Mahmud Al Haythar (Wali Nanggroe Aceh)

Perdamaian Adalah Tujuan Akhir Perjuangan

Mengutip nasihat Dr. Teungku Hasan Muhammad Ditiro “Di dalam perang kita telah sangat banyak pengorbanan, akan tetapi, dalam kedamaian kita harus bersedia berkorban lebih banyak lagi. Memang, biaya perang sangat mahal akan tetapi biaya memelihara perdamaian jauh lebih mahal. Peliharalah kedamaian ini untuk kesejahteraan kita semua”

Itu artinya setelah 9 tahun perdamaian kita capai,  Saya memandang kebebasan dan perdamaian yang menyeluruh di Aceh merupakan rahmat dan nikmat yang diberikan Allah SWT kepada rakyat Aceh, dan Indonesia. Kita harus terus menyuarakan semangat perdamaian ini kepada dunia bahwa Aceh menjadi contoh baik bagi perdamaian dunia. Kesemuanya ini adalah hasil jerih payah dari perjuangan para syuhada yang telah disumbangkan termasuk seluruh pejuang perdamaian, yang tak boleh dilupakan.

Marilah kita beristiqamah dalam mewujudkan misi perdamaian yang telah dituangkan dalam MoU Helsinki dan UU 11/2006. Seluruh pemangku kepentingan Aceh tidak lah melihat masa lalu sebagai hambatan masa depan, melainkan masa lalu menjadi penggerak kita dalam menjadikan Aceh sebagai halaman muka Pembangunan Ekonomi Indonesia bagian Barat. Dengan sumberdaya fiskal kita yang lebih baik dari daerah lain, kita bisa bangkit menjadi bangsa yang sejahtera, bermartabat, dan mandiri.

Untuk memperkuat perdamaian, kita perlu merevitalisasi sistem pengelolaan SDA sehingga kita memiliki nilai jual tinggi dan berkelanjutan; merestrukturisasi sistem pemerintahan agar efektif, efisien dan bermanfaat bagi peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat; dan merevolusi peradaban dengan menjadikan keragaman budaya, tamadun dan adat-istiadat dari suku-suku bangsa di Aceh yang harus kita jadikan khazanah utama kebangkitan peradaban Aceh. Kita harus saling menghargai, menghormati, dan melindungi sesama kita atas nilai-nilai peradaban Kita.

Ke depan kita harus mampu menjawab tantangan bangsa yang akan kita hadapi, misalnya bagaimana kita berdaya menghadapi ancaman global atas perdamaian dunia yang berdampak pada keberlanjutan perdamaian Aceh? bagaimana merespon ancaman liberalisasi kebudayaan? dan, (3) bagaimana merespon ancaman sekaligus meraih peluang leberalisasi ekonomi.

  Saya percaya dengan potensi sumberdaya manusia Aceh yang cerdas, kita dapat menjadikan Aceh sebagai pintu gerbang ekonomi Indonesia bagian Barat. Insya Allah. Itu semua kunci pada niat kita dan kami sejak 15 Agustus 2005, perdamaian adalah tujuan akhir perjuangan Kami.




Itu komentar-komentar dari pada tokoh-tokoh di Aceh

Kalau menurut anda bagai mana


Reporter: Muhammad isa @isam62_isa


Dan jangan lupa dibuka di

http://ceritamuhammadisa.blogspot.com/?m=1

No comments:

Post a Comment