Friday 29 May 2015

Lama Tuha Masih Produksi Daun Rokok Pucuk

LAMA Tuha merupakan salah satu desa/gampong terpencil di Kecamatan Kuala Batee, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya). Terletak sekitar 22 km dari pusat kecamatan dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Meski berada dalam wilayah Kecamatan Kuala Batee, Lama Tuha lebih mudah dijangkau dari Desa Pulau Kayu (Jalan Bandara), Kecamatan Susoh menuju Kuala Batu, Kecamatan Kuala Batee, berjarak sekitar 8 Km.
Dulu, gampong ini terisolir karena hubungan dari dan ke Lama Tuha harus menggunakan rakit untuk menyeberangi Sungai Kuala Batu. Sejak empat tahun terakhir, Lama Tuha mulai lepas dari isolasi. Kawasan ini bisa dijangkau melalui jalur darat, setelah rampung pembangunan jembatan kerangka besi baja di atas aliran Krueng Batu.
Penghasilan masyarakat setempat hampir seluruh mengandalkan dari pekerjaan nelayan atau usaha tambak ikan air tawar dalam rawa-rawa setempat. Lama Tuha merupakan salah satu objek wisata terkenal di Abdya, dengan daya pikat hamparan pantai yang indah menawan.
Lebih dari itu, Lama Tuha juga memiliki peninggalan bersejarah dari Kerajaan Kuala Batee. Di kawasan ini, dulunya ditemukan meriam besi yang bertaburan dalam semak-semak kawasan pesisir pantai.
Selain tangkapan ikan laut, termasuk beragam jenis ikan yang hidup dalam rawa-rawa yang luasnya ribuan hektare, Lama Tuha sejak dulu dikenal dengan produk daun rokok pucuk (rukok oen). Masyarakat setempat memanfaatkan pucuk batang nipah yang tumbuh di areal rawa-rawa daerah itu sebagai bahan baku pembuatan rokok pucuk.
Rokok kretek yang merajai pasaran, tidak membuat rokok pucuk kehilangan peminat. Penikmat rukok oen masih ramai hingga sekarang, sehingga beberapa warga Lama Tuha pun setia memproduksi daun rokok pucuk dengan keahlian meracik pucuk batang nipah yang diwarisi dari orang tua mereka.
Hasan Jami (32), misalnya, masih menggeluti pembuatan daun rokok pucuk, di samping bekerja sebagai nelayan. “Proses pembuatan daun rokok pucuk perlu waktu lima hari, sejak memotong pucuk nipah, mengupas, menjemur dan mengolahnya menjadi daun rokok berwarna putih,” katanya kepada Serambi, Jumat (22/5).
Mengupas pucuk batang nipah sampai menjadi daun rokok memang diperlukan keahlian tersediri, termasuk mengolahnya dengan campuran tertentu sehingga warna daun rokok menjadi putih dan menarik perhatian konsumen. Hasan Jami menjelaskan, pemasaran rokok pucuk masih tinggi di Abdya, terutama di Pasar Blangpidie.
Daun rokok yang siap dijual kepada agen penampung dihargai Rp 2.000 per ikat (100 lembar). Rokok pucuk dijual dalam bentuk lembaran daun sepanjang lebih satu meter yang diikat.
Ketiadaan modal dan tempat pengolahan warna daun rokok pucuk yang belum tersedia menjadi kendala bagi Hasan Jami memproduksi rokok daun dalam jumlah besar. Padahal, bila rokok daun itu dipotong-potong seukuran rokok kretek, kemudian dikemas dalam kemasan khusus, rokok pucuk produk Lama Tuha Abdya, bisa dipasarkan ke luar daerah.(zainun yusuf)

Sumber: Serambi Indonesia(http://aceh.tribunnews.com/)

No comments:

Post a Comment